CILACAP, BERCAHAYA NEWS – Sudah 4 tahun sejak disahkannya Permenkumham No. 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan. Salama itu semua Satuan Kerja (Satker) yang terdiri dari 8 (delapan) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 1 Balai Pemasyarakatan (Bapas) terus berbenah untuk menerapkan aturan tersebut.
Kamis (24/3) melalui zoom meeting, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengundang perwakilan dari seluruh Unit Pelaksana Teknis di pulau Nusakambangan untuk bersama-sama melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan terkait Revitalisasi di pulau penjara.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM mengenai kendala teknis maupun non teknis dari setiap UPT di Nusakambangan, baik dari Lapas Super Maximum, Maximum, Medium, Minimum Security, dan Balai Pemasyarakatan.
Dibuka dengan penyampaian kendala di Lapas Super maximum dan maximum security yang hanya menyelenggarakan pembinaan kepribadian. Riko Purnama Candra selaku Plt. Kalapas Khusus Kelas IIa Karanganyar menyampaikan bahwa kekurangan Sumber daya Manusia dalam memberikan intervensi pembinaan adalah hal yang perlu di evaluasi. Dikarenakan prosedur pengamanan Lapas yang ketat, tidak jarang membuat Warga Binaan Pemasyarakatan mengalami strees.
Menurutnya diperlukan tenaga psikolog klinis maupun tenaga medis untuk memberikan tindakan kepada WBP yang bermasalah.
Selanjutnya Kasibinadik Lapas Kembangkuning Kelas IIa Pamuji Setyo Wibowo memaparkan masalah di Lapas medium security. Menurutnya pergeseran WBP dari Lapas Super Maximum hingga ke Lapas Medium perlu di perhatikan waktu pemindahan dan kapasitas Lapas Hal ini bukan tanpa alasan, karena hampir setiap WBP dengan masa hukuman tinggi akan mengendap di Lapas medium. Jika prosedur ini terus berlanjut, nantinya akan membuat Lapas medium mengalami overcrowded.
Tampilkan Semua