CILACAP.INFO – Pada setiap tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional (HAI). Dalam praktik lintasan sejarah, HAI ini diwujudkan sebagai media sadar literasi.
Pada hari ini, tanggal 8 September 2021, seluruh dunia memeringati Hari Aksara Internasional, tidak terkecuali Indonesia. Tujuannya untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya aksara atau literasi.
Rangkaian aksara yang terdiri dari huruf-huruf lalu menjadi kata, menjelma kalimat dan yang tersusun itulah disebut kalam.
Kalam demi kalam yang rapi dituliskan, yang bermakna, berarti dan berfaidah ini jamak disebut literasi.
Literasi termasuk dalam golongan bermartabat dan itu hak asasi setiap manusia. Oleh karena itu, pada setiap tanggal 8 September dilakukan peringatan sebagai penanda melawan buta aksara sebuah manifestasi dalam merayakan Hari Aksara Internasional (HAI).
HAI mengapa perlu diperingati? secara tidak langsung, peringatan ini juga dapat meningkatkan kesadaran kita sebagai warga bangsa dan dunia tentang pentingnya melek huruf.
Dalam praktik dan kilasan sejarah, peringatan Hari Aksara Internasional muncul setelah konferensi pemberantasan buta huruf di Timur Tengah, Tepatnya di Teheran, Iran. Konferensi ini berlangsung pada tanggal 8 sampai 19 September 1965.
Keberlangsungan konferensi itu menjadi penanda di satu tahun berikutnya, yakni tepat pada tanggal 8 September 1966 diputuskanlah sebagai Hari Aksara Internasional yang pertama.
Peringatan Hari Aksara Internasional lantas dilakukan setiap tahun sebagai wujud memajukan agenda keaksaraan di tingkat global, nasional hingga regional.
Meski begitu, masih terdapat berbagai tantangan di bidang aksara atau literasi, termasuk di Indonesia
Oleh karena itu, betapa penting bagi kita tahu dan memahami makna sejarah Hari Aksara Internasional, khususnya pada tanggal 8 September 2021 ini guna melawan buta huruf dengan meningkatkan kesadaran kita berliterasi dan melek huruf.
Peringatan Hari Aksara Internasional ini perlu terus dilakukan untuk menjaga kesadaran pentingnya melek huruf bagi setiap orang sehingga dapat terus memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang bermartabat dan maslahat. Maju dan berdaya saing.
Dengan begitu, penting bagi masyarakat seluruh dunia untuk terus membawa nilai-nilai penting dari Hari Aksara Internasional ini.
Awal Mula Hari Aksara Internasional
Sebagaimana disebutkan bahwa peringatan yang kerap pula disebut sebagai Hari Melek Huruf Internasional ini muncul sejak diadakannya konferensi tentang Pemberantasan Buta Huruf, di Teheran, Iran, pada tanggal 8-19 September 1965.
Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan komitmen dan mengajak seluruh masyarakat dunia untuk peduli terhadap penuntasan buta aksara.
Sejak penyelenggaraan Hari Aksara Internasional (HAI) pertama pada tahun 1966, peringatan terus dilakukan oleh semua negara dunia setiap tahun sebagai wujud memajukan agenda keaksaraan di tingkat global, nasional, regional hingga desa.
Di Indonesia Peringatan HAI dinahkodai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, (Kemendikbudristek). Mengutip portal resmi kemdikbud peringatan HAI 2021 mengangkat tajuk ‘Digital Literacy for Indonesia Recovery’ dalam peringatan Hari Aksara Internasional ke-56 2021.
“Dengan harapan program pendidikan keaksaraan dapat menjadi lebih adaptif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Khususnya yang berkenaan dengan pergeseran paradigma pembelajaran,” ujar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Jumeri, Sabtu, 4 September 2021.
Disampaikan peringatan HAI ke-56 diselenggarakan sebagai wujud komitmen Indonesia dalam pengentasan buta aksara dan melaksanakan komitmen internasional yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Guna memeriahkan HAI yang ke-56 ini, serangkaian acara pendukung seperti Apresiasi Pendidikan Keaksaraan, Festival Literasi Indonesia, Taklimat Media, Festival Pendidikan Kesetaraan, dan Gelar Wicara.
“Puncak peringatan HAI ke-56 diselenggarakan 8 September 2021, dengan agenda penganugerahan kepada berbagai pihak yang telah berkonstribusi dalam bidang keaksaraan. Antara lain, anugerah pegiat pendidikan keaksaraan, penghargaan pada tokoh adat pendukung keaksaraan pada komunitas adat terpencil/khusus, apresiasi TBM kreatif/rekreatif, dan apresiasi publikasi video keaksaraan.
Kemudian, apresiasi foto keaksaraan, apresiasi publikasi keaksaraan di media cetak/daring, apresiasi video literasi masyarakat, apresiasi foto literasi masyarakat, serta apresiasi menulis praktik baik literasi masyarakat.
“Melalui peringatan Hari Aksara Internasional, kita perkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan pendidikan, baik tingkat pusat, provinsi, maupun Kabupaten/kota dalam penuntasan buta aksara,” ungkap Jumeri.
Dia menambahkan, pada penganugerahan berlangsung virtual, adapun webinar akan disiarkan secara langsung di sosial media Kemendikbudristek, TV Edukasi, dan media sosial Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus.
“Webinar dihadiri oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, perwakilan UNESCO Paris dan Jakarta, dan para pelaku pendidikan keaksaraan dan literasi masyarakat.” terangnya
Berdasarkan data UNESCO, meskipun ada kemajuan, tantangan dan masalah literasi di berbagai dunia tetap ada. Setidaknya, sebanyak 773 juta orang dewasa di seluruh dunia saat ini mengalami kekurangan keterampilan keaksaraan atau literasi dasar.
Literasi dasar sendiri terdiri dari berbagai jenis, seperti literasi baca tulis, finansial, numerasi, digital, dan yang lainnya.
Seseorang yang mengalami kekurangan literasi dasar berarti kurang mampu atau tidak mengerti tentang literasi-literasi tersebut.
Di Indonesia, masalah tersebut pun masih ditemukan, walaupun sudah terjadi penurunan angka.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, persentase dan jumlah penduduk buta aksara telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan persentase dan jumah buta akasara tahun 2021.
“Persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang,” disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri pada Bincang Pendidikan secara virtual, Sabtu (04/09) di Jakarta.
Beberapa langkah strategis yang telah dilakukan dan dinilai mampu mendorong percepatan penuntasan buta aksara di Indonesia dengan capaian angka melek aksara untuk usia 15-59 tahun di atas 98 persen adalah sebagai berikut. Langkah pertama, pemutakhiran data buta aksara bekerjaana dengan BPS. “Dengan demikian, dapat diukur capaian penuntasan buta aksara dan diketahui peta sebaran penduduk buta aksara tersebut sampai tingkat provisni dan Kabupaten/Kota. Mengacu pada peta sebaran buta aksara tersebut, kami menetapkan kebijakan layanan program pendidikan keaksaraan,” tutur Jumeri.
Langkah kedua, peningkatan mutu layanan pendidikan dan pembelajaran keaksaraan dengan fokus utama pada daerah tertinggi persentase buta aksaranya. Diterangkan Jumeri, Kemdikbudristek melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di Kabupaten terpadat buta aksara pada lima provinsi yang tinggi buta aksaranya yaitu Papua (22,03%), Nusa Tenggara Barat (7,52%), Sulawesi Barat (4,46%), Nusa Tenggara Timur (4,24%), dan Sulawesi Selatan (4,11%). (Sumber: Susenas BPS RI, 2020).
Disampaikan Kemdikbud memfokuskan pada program-program keaksaraan di daerah yang penduduknya cukup banyak alami buta huruf seperti Papua, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan beberapa lainnya.
Memperingati Hari Aksara Internasional tahun ini, peran Unesco akan fokus pada pengajaran dan pembelajaran literasi dalam krisis COVID-19 dengan lokus sampai di mana peran pengajaran dan difokuskan pada perubahan pedagogi, strategi dalam mengajar.
UNESCO juga mengangkat perihal dampak pandemi ini terhadap proses pembelajaran, apa dan bagaimana strategi yang bisa ditempuh dalam rangka melakukan pemulihan, dan lain-lain.
“Krisis Covid-19 baru-baru ini telah menjadi pengingat akan kesenjangan yang ada antara wacana kebijakan dan kenyataan, yaitu sebuah celah yang sudah ada di era pra-Covid-19 dan secara negatif memengaruhi pembelajaran semua kalangan yang tidak memiliki atau memiliki tingkat melek huruf yang rendah sehingga cenderung menghadapi banyak kesulitan,” tulis UNESCO di situs resminya
***
NUCOM sebagai kantor literasi santri dan kiai turut serta merayakan HAI dengan dan melalui upaya sederhana, yakni program kelas menulis jurnalisme sebagai proses kembangkan jiwa literasi dalam berkhidmah pada organisasi dengan harap saling asah asih asuh. Asah potensi, asih diri dan asuh santri serta kiai.
NUCOm (NU Cilacap Online) mengucapkan Selamat merayakan HAI dan selamat bagi para kontributor baru NU Cilacap Online
“anda termasuk orang ahli sorgawi”.
Aamiin..
dengan salam,
waAllahua’lam.
Penulis Imam Hamidi Antassalam – Penggiat Budaya Literasi dan Editor Media Cilacap Online (NUCOM)